Menlu Retno Ungkap Semakin Buruknya Sisi Kemanusiaan di Palestina di Forum G20

Kamis, 26 September 2024

Penulis: Faruq Bytheway

image-main-content
Foto: Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi (Disway).

News - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan keresahannya terkait persoalan kemanusiaan yang makin memburuk di Palestina dan negara lainnya.

Hal ini disampaikan oleh Menlu saat menghadiri pertemuan para menteri luar negeri G20 yang diselenggarakan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York.

Dalam pidatonya, Retno menyoroti situasi kemanusiaan yang semakin buruk di Palestina hingga meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

Dilansir dari laman Kemlu, Kamis (26/9/2024), pertemuan dengan para menlu G20 itu digelar Rabu, 25 September 2024 waktu setempat.

Di awal, Retno menyampaikan kekhawatirannya terhadap tanda- tanda kegagalan multilateralisme yang semakin terlihat.

"Kegagalan multilateralisme akan berdampak signifikan dan berpotensi membawa dunia menuju masa di mana kekuatan mendominasi keadilan," ujar Retno.

Lebih lanjut, Retno lalu menyoroti situasi kemanusiaan yang memburuk di Palestina sebagai contoh nyata rapuhnya sistem multilateral saat ini.

Tak hanya itu, perwakilan Indonesia menyebut genosida di Gaza dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menjadi pengingat akan urgensi penegakan hukum internasional dan penghormatan terhadap hak asasi manusia secara konsisten dan tanpa standar ganda.

"Kita tidak boleh biarkan apa yang terjadi di Ukraina, di Gaza, di Tepi Barat, dan di Lebanon menjadi norma (internasional) baru," ungkap Retno.

Meski demikian, Retno mengaku tetap optimistis multilateralisme masih bisa diperbaiki. Oleh karena itu, ungkap Retno, peran G20 untuk mengembalikan kepercayaan terhadap sistem multilateral.

"Peran G20 strategis untuk mengembalikan kepercayaan terhadap sistem multilateral dan memperkuat tata kelola global yang inklusif dan adil," tegas Retno.

Dalam pidatonyadi hadapan para menteri Luar Negeri di seluruh dunia, ada penting yang diangkat Retno:

Pertama, perlu adanya keterwakilan yang lebih baik dalam tata kelola global.

Reformasi harus dilakukan agar sistem ini lebih inklusif, representatif, dan efisien, dengan memperhatikan realitas dunia saat ini di mana negara-negara Global South mewakili 85 persen populasi dunia dan memiliki kontribusi ekonomi yang semakin besar.

Kedua, kepercayaan strategis dan keadilan.

Kepercayaan hanya dapat dipulihkan jika tindakan-tindakan yang diambil negara maju sesuai dengan kewajiban mereka, terutama terkait dengan pendanaan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

Menlu Retno menegaskan bahwa diperlukan upaya nyata untuk menjembatani kesenjangan antara komitmen global dan tindakan nyata di lapangan.

Ketiga, adaptasi terhadap tantangan-tantangan baru yang muncul, termasuk kebutuhan akan kerangka baru untuk tata kelola digital, regulasi siber, dan kecerdasan buatan (AI).

Hal ini penting untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi dapat dinikmati oleh semua pihak, bukan hanya segelintir orang. Selain itu, aksi nyata dalam menghadapi perubahan iklim juga harus ditingkatkan.

Dalam konteks ini, Indonesia mendukung 'G20 Call to Action on Global Governance Reform' yang berfokus pada upaya memodernisasi tata kelola global agar lebih siap menghadapi tantangan abad ke-21, serta memastikan bahwa sistem tersebut lebih adil dan inklusif bagi semua negara.

Sampai saat ini, Indonesia terus menjadi salah satu negara yang Concern terhadap isu isu kemanusiaan terkhusus persoalan Israel dan Palestina yang belum terselesaikan.

 

(Far/Tir)

Tags

tag_fill_round [#1176] Created with Sketch.

Berita terkait