HGU Selalu Jadi Penyebab Konflik Agraria di Indonesia

Rabu, 18 Oktober 2023

300

Penulis: Tiara De Silvanita

image-main-content
Foto: konflik Agraria Seruyan (instagram/seputaraplk).

News - Konflik agraria akibat ekspansi bisnis perkebunan sawit kembali memakan korban. Kali ini masyarakat di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, yang menjadi korban tindakan brutal aparat. Sedikitnya 20 orang warga dikriminalisasi, tiga orang tertembak, dua diantaranya kritis dan satu orang tewas di tempat.

Tercatat Saudara Gijik, warga Bangkal yang tewas akibat peluru tajam. Peristiwa naas tersebut terjadi Sabtu (7/10) saat Masyarakat bangkal melakukan aksi damai untuk menuntut tanah plasma mereka dari perusahaan perkebunan sawit, PT. Hamparan Masawit Bangun Persada I (PT. HMBP I), bagian dari Best Group Agro International, milik keluarga Tajadi. 
 
Peristiwa Seruyan menandakan Pemerintahan Jokowi tidak bergeming untuk mengubah pola-pola penanganan aparat di wilayah konflik agraria yang selalu menggunakan pendekatan represif dan intimidatif dengan cara menurunkan barisan apart keamanan.

Pemerintah tidak pernah belajar dari wajah buruk penanganan dan penyelesaian konflik agraria selama sembilan tahun terakhir. Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), selama dua periode pemerintahan Presiden Jokowi dari tahun 2015 hingga 2022, tercatat 69 korban tewas di wilayah konflik agraria. 
 
Peristiwa ini semakin menambah daftar panjang korban tewas di wilayah konflik agraria. Wajah buruk agraria ini, akibat penanganan dengan cara represif oleh aparat. Tak heran, warga mengalami krisis berlapis, sebagai korban konflik agraria, juga korban brutalitas aparat dan perusahaan karena menuntut hak atas tanahnya.

Institusi kepolisian pun selalu mengedepankan cara-cara kekerasan, terus-menerus abai untuk memahami konflik agraria struktural.

Aksi protes yang dilakukan oleh warga Seruyan distigmatisasi sebagai tindakan kriminal yang harus dihadapkan dengan mobilisasi aparat kepolisian. Warga Seruyan meminta janji lahan plasma pun tidak kunjung terealisasi sejak 2006 hingga saat ini.

Masyarakat melakukan protes tahun sejak 2008, dan tidak pernah mendapat jawaban dari perusahaan maupun pemerintah. Puncaknya, September 2023, masyarakat Bangkal, Terawan dan Tabiku melakukan aksi protes kembali di areal yang telah diklaim oleh perkebunan PT. HMBP I dengan melakukan blokade jalan.  
 
Kemudian kondisi di lapangan memanas sejak tanggal 16 September 2023. Aparat kepolisian Seruyan dikerahkan oleh perusahaan untuk mengamankan aset perusahaan dan mengurai massa aksi. Ibu-ibu masyarakat Bangkal ditembaki gas air mata, saat mendekati pabrik sawit.  
 
Kekerasan struktural yang dihadapi masyarakat akibat beroperasinya perkebunan PT. HMBP I dan II, hingga memakan satu korban Warga Seruyan (7/10), ini menambah deretan rapor merah operasi perusahaan perkebunan yang seringkali melahirkan konflik agraria dan korban jiwa.

Selama dua periode pemerintahan Jokowi, sedikitnya telah terjadi 2.710 (2015-2022) letusan konflik agraria. Dari jumlah tersebut, perusahaan perkebunan dan penerbitan atau perpanjangan HGU selalu menjadi penyebab konflik agraria tertinggi dengan jumlah letusan mencapai 1023 konflik (37%), dibanding sektor lainnya. 
 
Alih-alih melakukan evaluasi dan memberikan sanksi berat kepada perusahaan-perusahaan perkebunan tersebut. Justru malah perusahaan terus saja diberikan keistimewaan perlakuan termasuk legitimasi hukum dan seperangkat kebijakan untuk melakukan kejahatan agraria dan pelanggaran HAM.

Tidak ada yang lebih berharga dari nyawa manusia dan hak konstitusional warga atas tanah serta wilayah hidupnya.  

 

(Tra/Frq)

Tags

tag_fill_round [#1176] Created with Sketch.

Berita terkait